Pesantren sebagai Agen Moderasi, BLA Jakarta dan YAPINK Perkuat Moderasi Beragama bagi Tenaga Pendidik

BLA Jakarta (Bekasi) - Balai Litbang Agama (BLA) Jakarta bekerja sama dengan Pondok Pesantren Yayasan Perguruan Islam El-Nur El-Kasysyaf (YAPINK) Bekasi menyelenggarakan kegiatan Penguatan Moderasi Beragama bagi tenaga pendidik pada Kamis (20/11), bertempat di Aula Pondok Pesantren YAPINK. Kegiatan yang diikuti oleh 50 peserta dari kalangan guru dan dosen ini mempertegas peran pesantren sebagai agen moderasi yang strategis dalam memperkuat nilai kebangsaan, toleransi, dan saling menghormati keragaman keyakinan.

Kepala BLA Jakarta, Irhason, dalam sambutannya menekankan pentingnya memperkuat cara pandang dan sikap keberagamaan di tengah arus perbedaan yang semakin kompleks.

"Ada tiga hal yang perlu kita perhatikan dalam membangun ekosistem penguatan moderasi beragama pada kondisi kekinian yaitu peran aktif, adaptif, dan sinergitas," ujarnya.

Pada kesempatan yang sama, Pimpinan Pondok Pesantren YAPINK Bekasi, KH. A. Kholid Dawam, menyampaikan bahwa nilai Islam yang dibawa oleh Rasulullah selalu mengedepankan cinta kasih dan penghormatan terhadap keragaman.

"Perbedaan itu indah dan dapat menciptakan harmonisasi dalam hidup, inilah nilai yang ingin terus kami gaungkan sebagai Islam Rahmatan lil 'Alamin," katanya.

Peneliti Ahli Utama BRIN, Anik Farida, sebagai narasumber dalam paparannya menjelaskan, moderasi beragama bukan sesuatu yang asing dalam tradisi Islam. Sebaliknya, moderasi beragama merupakan inti ajaran Islam yang penuh keadilan dan kasih sayang. Ia memaparkan pesantren sejak dahulu menjadi pusat penanaman karakter, nilai kebangsaan, dan pemahaman Islam yang ramah. Pesantren, menurutnya, merupakan ruang hidup yang multikultural, guru dan siswanya datang dengan latar belakang berbeda, sehingga menjadi tempat pembelajaran toleransi yang alamiah.

Lebih lanjut ia menyoroti tantangan digital yang dihadapi generasi saat ini. Arus informasi yang tidak terkendali, ujar Anik, membuat para pendidik harus lebih proaktif menanamkan cara berpikir kritis, sikap beragama yang seimbang, dan kemampuan menyaring pesan keagamaan yang tersebar di media sosial.

"YAPINK adalah benteng kultural penyemai nilai moderasi beragama, pesantren ini memang agen moderasi," tegasnya.

Sementara itu, Pengurus MUI Pusat, Muhammad Abdullah Darraz, memberikan gambaran kondisi ekstremisme di Indonesia. Ia menyebut meskipun dalam beberapa tahun terakhir tidak terjadi serangan teror besar, potensi ekstremisme masih muncul melalui narasi yang menyebar secara terselubung, terutama lewat ruang digital dan lingkungan pendidikan.

Darraz memaparkan pola baru ekstremisme yang kini bersifat terdesentralisasi, tidak selalu terikat kelompok besar, dan sering berkembang melalui pergaulan komunitas kecil, permainan digital, hingga ruang-ruang informal. Ia menekankan bahwa sekolah umum menjadi salah satu titik rawan karena kurang mendapatkan pendampingan intensif dari lembaga keagamaan. Dalam konteks inilah, pesantren dianggap memiliki peran besar menjadi rujukan, pengimbang, dan penyangga nilai moderasi.

"Tidak ada lembaga yang kebal dari ekstremisme, kita harus terus memperkuat nilai kebangsaan dan moderasi," ujarnya.

Ia juga menjelaskan pentingnya melibatkan guru dan dosen dalam deteksi dini radikalisme. Instrumen pengukuran pemahaman keagamaan di sekolah, pengawasan terhadap konten digital yang dikonsumsi siswa, serta penguatan kerja sama antara pesantren dan sekolah umum dianggap sangat diperlukan.

Melalui kolaborasi BLA Jakarta dan YAPINK, kegiatan ini diharapkan tidak hanya memperkuat wawasan para pendidik tetapi juga memastikan pesantren berdiri di garis depan sebagai agen moderasi. Sinergi ini diyakini akan memperluas dampak penguatan moderasi beragama hingga ke masyarakat, sekaligus meneguhkan pesantren sebagai pusat pembelajaran yang mendorong toleransi, kebangsaan, dan perdamaian bagi generasi penerus.